



Oleh Ahmad Dahidi
“Sebuah keyakinan, apalagi didorong oleh usaha yang tidak mengenal lelah, cepat atau pun lambat, insya Allah akan berhasil. Atau setidaknya akan mampu nyerempet sampai batas batas keberhasilan. Kenapa saya tidak berani menyatakan 100% akan berhasil? Sebab gol untuk mencapai kepastian 100% itu, diperlukan “ketok palu” Tuhan. Jadi, kesempurnaan sebuah rencana sukses atau gagal, ulur tangan Tuhan yang menentukan. Biarpun kita sudah bersusah payah, bahkan sampai berdarah darah, tapi kalau Tuhan belum mengizinkan, maka harapan itu akan kandas di tengah jalan”. Itulah sekelumit obrolan saya dengan para mahasiswa baik di awal atau di akhir perkuliahan, atau selagi santai di sekitar ruangan kelas. Suntikan psikologis seperti itu, menurut hemat saya sungguh penting sebab bisa membakar semangat mereka dan mempertebal kepercayaan diri mereka, dan yang lebih penting lagi adalah memperkuat daya dan upaya mereka dalam berjuang serta mempunyai jiwa besar ketika menghadapi segala permasalahan hidup nantinya ketika ikhtiar yang mereka lakukan itu sudah dianggap mentok. Intinya, saya sangat berharap ketika mereka meniti karir dan menata cita-cita di masa depan, cahaya kebahagiaan hidup mereka terpancar di kemudian hari. Saya yakin semua guru atau dosen, mempunyai perasaan dan harapan yang sama dengan saya hanya mungkin saja gayanya yang berbeda. Semoga! Salah satu jawaban yang saya yakini adalah berusaha memperbanyak upaya membuka wawasan mereka (baca: para mahasiswa) untuk melihat dunia luar. Kebetulan saya berkecimpun dalam kejepangan dan kebahasajepangan, wajarlah kalau wawasan itu saya fokuskan mereka untuk melihat Jepang lebih dekat. Banyak cara yang bisa dilakukan antara lain program wisata pendidikan, internship (durasi waktu bisa sebentar atau bisa juga lama), magang, studi lanjut, cari jodoh (istri atau suami), kerjasama/kolaborasi, dan bentuk lainnya yang bisa bersentuhan dengan Jepang. Jadi, OBIP, JBIP atau Internship yang sudah saya gagas terdahulu itu hanyalah sebagian cara untuk mendekati Jepang. Obrolan tentang internship, magang, studi lanjut, dan sejenisnya ke Jepang dari orang Jepang baik secara formal maupun nonformal sudah muncul sejak tahun 90 an, yaitu ketika saya sedang mengadu nasib di Osaka University of Foreign Studies (sekarang menjadi Osaka University). Tapi baru saya tanggapi serius begitu menginjak tahun 2000 an (kecuali program program yang berbau seni dan budaya sudah kelar sejak tahun 1992 dengan diawali terwujudnya muhibah kesenian “Laras Rumingkang” IKIP Bandung ke Jepang). Alhamdulillah, untuk program seni dan budaya ini terus berlanjut hingga sekarang, insya Allah Maret ini UKM Katumbiri FPBS UPI akan mengukir diri lewat seni di Osaka – Jepang. Rencana ini sudah saya tulis di berita UPI (lihat: http://berita.upi.edu/?p=12256).Oleh Ahmad Dahidi
Suatu hari di awal tahun 90 an, saya pernah berkhayal untuk ikut mendukung program UPI (ketika itu masih IKIP Bandung), yaitu ikut serta menciptakan kampus yang hijau dan indah. Tidak sebatas hijau dan indah saja namun mesti sensasional. Terlintaslah dalam benak saya waktu itu, alangkah indahnya apabila disekitar Isola atau di kampus IKIP Bandung tumbuh subur pohon sakura. Ya Sakura, yang menjadi kebanggaan orang Jepang, dan selalu menjadi daya tarik Jepang ketika ngabibita para wisatawan dalam dan luar negeri untuk bertandang ke Jepang. Impian yang sangat sulit tapi saya yakin sekali suatu ketika bisa diwujudkan namun perlu waktu. Keyakinan itu didasarkan pada karakter orang Jepang yang rajin, tekun, dan tidak mengenal lelah. Bahkan yang saya rasakan mereka itu tidak pernah puas sehingga jiwa inovasi mereka berkembang dengan pesatnya. Dengan sifat dan karakter seperti itu, saya yakin ada orang Jepang atau sekelompok orang yang serius meneliti bunga sakura, lalu menemukan jenis sakura yang bisa tumbuh berbunga dimana saja dengan cuaca ekstrim sekalipun, yaitu sakura yang bisa ditanam tidak hanya tumbuh dan berbunga di daerah subtropis, tapi bisa tumbuh dan berbunga pula di daerah tropis seperti Indonesia. Alasan waktu itu, sulitnya mewujudkan tumbuh subur pohon sakura di kampus disebabkan sifat sakura itu sendiri. Konon, bunga sakura itu baru bisa berbunga apabila tumbuh di daerah yang suhunya cukup dingin, kira kira minimal 10 derajat dalam rentang waktu tertentu. Padahal Indonesia, tentunya termasuk Bandung tidak bisa sampai suhu sedingin itu. Paling dingin 14 derajat. Sangat sedikit di Indonesia yang dimungkinkan bisa mencapai suhu serendah itu. Menurut Mbah Google, daerah di Indonesia yang bisa mencapai 15 derajat siang hari, dan 10 derajat pada malam hari itu adalah Waghete, Kab. Deiyai – Provinsi Papua. Daerah lainnya di Indonesia (termasuk di Bandung) rata rata 20 derajat ke atas. Jadi, sangat mustahil Sakura bisa tumbuh di Indonesia termasuk di Bandung ini.Karim Suryadi
Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia,
kolumnis Pikiran Rakyat
KEHORMATAN warga kota tergadai oleh perangai pemimpinnya. Martabat kota dan kehormatan warganya dapat terselamatkan oleh pemimpin yang berbudi baik dan berkinerja bagus. Kehormatan warga Mesir misalnya, terselamatkan berkat Gubernur Khashib yang dikenal dermawan, santun, dan mengutamakan kepentingan warga. Seperti dikisahkan Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah (dalam "Rihlah Ibnu Bathuthah: Memoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan", Pustaka Al-Kautsar, 2009: 47), salah seorang khalifah dari Dinasti Abbasiyah marah kepada penduduk Mesir. Untuk mengejek mereka, diutuslah Khashib (seorang penjaga kamar mandi) untuk menjadi gubernur Mesir. Dalam kalkulasi sang khalifah, warga Mesir akan merasa terhina dan martabat kotanya akan jatuh karena dipimpin oleh seseorang yang minus pengalaman mengurus wilayah, tidak terpelajar dan bukan berasal dari kalangan bangsawan. Namun, kalkulasi khalifah meleset jauh. Alih-alih merasa terhina dipimpin mantan penjaga kamar mandi, warga Mesir bangga memiliki pemimpin yang jujur, santun, dan bertanggung jawab. Khashib memerintah Mesir dengan baik dan namanya harum berkat kedermawanan dan tanggung jawabnya dalam menunaikan tugasnya sebagai Gubernur Mesir. Pengakuan atas keluhuran budinya datang dari mana-mana, termasuk dari keluarga khalifah. Penghormatan terhadap tabiat, kesantuan bahasa, dan keberhasilan Khashib memimpin Mesir terlukis dari kata-kata sang penyair: "Engkaulah Khashib, di sinilah Mesir. Maka berombaklah kalian berdua, karena kalian ibarat laut." Seperti lautan dan ombaknya, begitulah hubungan Gubernur Khashib dan Mesir beserta seluruh warganya. Meski tidak datang dari keluarga penguasa, namun ketika memimpin Mesir, Khashib adalah definisi tentang kesempurnaan seorang gubernur. Keluruhan budi dan ketulusan pengabdiannya telah menutupi kekurangannya dari sisi nasab.Oleh Dadan Rizwan
Politik Indonesia dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media. Layaknya gula yang sedang di kelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di Indonesia. hampir disetiap stasiun Televisi maupun surat kabar pasti dipenuhi dengan berita-berita politik terkini yang begitu hot. Namun kondisi politik yang terjadi justru saling mempertontonkan perebutan kekuasaan secara tidak sehat. Para penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji – janji yang dulu di buat justru dilupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang telah diperoleh seolah tidak menerima dengan kemenangan dan popularitas sang rival, maka berusaha mencari kesalahan untuk dapat menggulingkan. Saat ini bagi bangsa Indonesia politik merupakan entitas yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini dikarenakan prilaku para politikus yang tidak konsisten antara ucapan dan tindakan dilapangan. Politik kita terlalu banyak mempertontonkan konflik bahkan banyak mencampuradukan kepentingan politik dengan isu SARA, sehingga menimbulkan kekerasan yang menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun jiwa. Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta negara ( korupsi ), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme di masyarakat, sehingga mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan banyak pula yang dijadikan sebagai masa bayaran untuk menjatuhkan salah satu kubu lawan politik. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran yang cerdas serta kerja keras, bukan hanya asal gilas. Pandangan masyarakat terhadap politik sedemikian negatif. Padahal, politik tidak lah seburuk yang dibayangkan dan dirasakan bangsa Indonesia. Politik hanyalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. sejatinya politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Di Eropa setiap guru dan dosen dibekali ilmu politik, sehingga mereka bisa mengajarkan bagaimana mereka bisa membuat keputusan terbaik. Dengan pendidikan politik, maka politik tidak menjadi tumpang tindih. Kesalahan di Indonesia politik masih tumpang tindih dan politik dipegang bukan oleh orang yang bukan bidangnya, sehingga hanya memikirkan keuntungan bukan kesejahteraan. Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, maka politik dan pendidikan politik bagi negara dan bangsa Indonesia saat ini sangat strategis dan urgent, karena eksistensi sebuah Negara sangat ditentukan oleh sikap serta kedewasaan politik masyarakatnya. Saat ini diakui atau tidak orientasi politik bangsa Indonesia masih berorientasi ke arah barat khususnya Amerika ataupun negara maju lainya seperti Cina, bangsa kita belum berani dan percaya diri untuk menerapkan budaya politik sendiri. Dalam kaitan pendidikan politik ini, A. Kosasih Djahiri (1995 :18) menyatakan bahwa “Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga negara suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada”. Sedangkan dalam Inpres No:12 tahun 1982 tentang pendidikan politik generasi muda (1982:2) dijelaskan bahwa: Pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efesien. Dengan demikian pendidikan politik berupaya merubah warga negara agar dapat memiliki kesadaran politik, memahami dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada. Itu artinya memiliki kesadaran politik berarti memiliki keterpaduan aspek kogitif, afektif dan prikomotor dari individu, sehinga seluruh masyarakat Indonesia baik pemerintah maupun rakyatnya akan memiliki kesadaran dalam berpolitik. Sejumlah peristiwa politik, perilaku elite politik, dan partai politik yang buruk adalah kenyataan politik Indonesia. Ketiga hal tersebut sesungguhnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung telah mendidik watak politik warga negara menjadi sebuah budaya. Misalnya, partai politik seharusnya membangun sistem politik yang mapan. Namun kenyataannya, partai politik selalu dikaitkan dengan seseorang. Misalnya, PDIP selalu dikaitkan dengan Megawati; GERINDRA dikaitkan dengan Prabowo; dan Partai Demokrat tidak bisa dipisahkan dari SBY, dan sebagainya. Padahal, politik yang dikaitkan dengan seseorang adalah Politik dinasti. Oleh karena itu, urgensi pendidikan politik di Indonesia saat ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi apalagi menunda sampai banyak korban berjatuhan akibat penerapan budaya politik yang tidak sehat. Pendidikan politik harus segera digalakan kembali disetiap lini kehidupan, baik lewat intitusi pemerintah maupun non pemerintah; baik secara formal maupun nonpormal, sehingga permasalahan sosial yang begitu berbahaya seperti berita hoax, manuver politik saling tikam, dan perpecahan akibat issue SARA bisa segera diatasi. Karena ketika pendidikan politik sudah berjalan dan dapat dipahami, maka setiap warganegara Indonesia akan turut membangun masyarakat dan negaranya, yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah. Selain itu, mereka akan aktif dalam usaha mendinamisir dan merenovasi lembaga masyarakat beserta system politiknya maka terciptalah warga negara yang baik dan pintar (good and smart cityzenship). Dan yang terpenting adalah setiap sarana pendidikan politik yang ada, haruslah melaksanakan tuganya dengan baik yaitu mencerdaskan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan rakyat secara baik, bukan malah “menyesatkan atau membodohi” rakyat. Selain itu di dalam pelaksanaan pendidikan politik sebaiknya tidak dilakukan secara indoktrinatif. Sebab, dengan sosialisasi secara indoktrinatif akan menghasilkan pribadi yang kaku, fanatik, pandangannya sempit, mentalnya “dungu dan kacau”, sehingga kedepannya nanti perilakunya akan cenderung menentang hati nuraninya sendiri dan realita yang dihadapi, serta akan menentang kehendak dan aspirasi umum. Karena sejatinya politik ini layaknya sebuah pisau. Bila pisau tersebut digunakan oleh ibu rumah tangga untuk memasak maka pisau akanlah sangat bermanfaat dan akan tersedia hidangan yang lezat untuk keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut digunakan oleh pembunuh. Maka yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi. Begitu pula dengan politik, ia bisa menjadi sebuah alat untuk mencapai sebuah kebahagiaan atau malah menjadi sebuah alat penghancur yang mendatangkan kesengsaraan.Oleh Ahmad Dahidi
Sudah cukup lama orang Indonesia, setidaknya warga sivitas akademika UPI mendambakan bisa menginjakan kakinya di negeri Sakura. Setiap saya bertemu dengan solmet di UPI, lalu ngobrol kesana kemari, pada akhirnya selalu muncul harapan demikian “kapan kita menginjakkan kaki di negeri Oshin, pak Dahidi?”. Sebuah harapan yang gampang-gampang susah. Saya jawab, “Selama kita punya dana, kapan pun bisa ke Jepang (tentunya harus sehat). Jangankan ke Jepang, ke ujung bumi sekali pun kita bisa”. Akan tetapi bukan itu, yang dimaksud solmet saya ini, sebagian besar mengharapkan ada kegiatan akademik baik itu berupa seminar, simposium, kunjungan ke sekolah-sekolah, performance seni dan budaya, workshop, dll. Bahkan, kalau saya sedang santai dengan mahasiswa, kadang guyon demikian, “siapa yang ingin menikah dengan orang Jepang”. Ternyata secara spontan ada juga yang mengangkat tangan, artinya berminat. Terlepas serius atau tidak, artinya tidak menurut kemungkinan diantara mereka ada yang benar-benar berharap bahwa tujuan belajar bahasa Jepang itu, sebenarnya ingin mencari jodoh di Jepang. Jadi, bukan wisata semata. Untuk mengkemas harapan sahabat yang demikian itu, saya memberi judul program “Wisata Pendidikan/Edukasi”. Untuk mengisi kegiatan wisata edukatif ini ada tiga kegiatan yang saya pikirkan, yaitu (1) kunjungan ke sekolah-sekolah Jepang (baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi); (2) kunjungan ke lembaga pemerintah setempat (minimal setingkat walikota); (3) program homestay (tinggal beberapa hari di rumah orang Jepang); (4) seminar, simposium atau sejenisnya yang syarat dengan kegiatan akademik; (5) wisata kota, yaitu menikmati alam Jepang dan suasana kota di Jepang. Kalau tujuan hanya wisata semata sangat mudah. Kita tinggal minta tolong ke travel perjalanan dan ikut paket wisata mereka yang sudah dikemas sedemikian rupa oleh setiap travel, lalu kita bayar sebesar biaya yang mereka tentukan. Kendalanya “mahal” menurut ukuran solmet saya ini. Mengingat bukan itu tujuan mereka ke Jepang, sehingga perlu dikemas kegiatan yang mencakup kelima kegiatan seperti yang tercantum di atas. Nah, untuk mengkemas program kegiatan yang bisa mencakup kelima kegiatan tersebut di atas tidaklah mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Tidak ada yang tidak bisa diwujudkan selama kita “baik hati” dengan orang orang Jepang dan tentunya diperlukan kemampuan “berdiplomasi” yang handal dengan bahasa Jepang. Ini akan lebih mengena dibandingkan dengan menggunakan bahasa Inggris.Oleh Ahmad Dahidi
Siapa yang tidak kenal dengan origami. Kata ini dibentuk dari dua kata, ori berarti "lipat", dan kami yang berarti "kertas" merupakan sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus. Konon seni melipat kertas ini mulai diperkenalkan pada abad pertama di Cina pada 105 A.D. oleh seorang Cina yang bernama Ts'ai Lun (Wikipedia). Jadi, usia seni origami ini sudah sangat tua. Biasanya hasil karya origami itu berupa reflika biantang atau tumbuhan, bahkan banyak juga menghasilkan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan alat-alat yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Awal lahirnya seni ini, seni lipatannya tidak begitu rumit, namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemampuan manusia, terutama para penggemarnya berinovasi, maka karya yang dihasilkan dalam seni origami ini sangat rumit dan sangat beragam. Selain itu, awal lahirnya seni ini masih terbatas pada seni melipat kertas dengan tidak menggunakan alat seperti gunting. Banyaknya kerta yang digunakan hanya satu lembar. Namun sekarang tidak demikian. Selain kerta itu sendiri, sering digunakan gunting dan benda lainnya sesuai dengan bentuk karya yang ingin dihasilkannya. Kalau kita cermati hasil karya yang disajikan pada pameran, tidak akan menyangka bahwa karya yang tersaji itu dibuat dari kertas. Bahkan ada pula karya yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah kertas, lalu dibuat karya-karya yang keren dan mempesona bagi mereka yang melihatnya. Setidaknya saya sendiri merasa kagum dan salut atas ketekunan dan ketelitian mereka dalam melipat kertas ini sehingga menjadi karya yang mempesona dan mempunyai nilai seni yang tinggi. Wajar saja kalau dibalik karya seni itu bisa menjadi lahan bisnis yang menjanjikan.