

Jakarta, UPI
Presiden Jokowi Widodo menginstruksikan untuk dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian serta sertifikasi sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri. Pada era persaingan saat ini, Indonesia sesungguhnya memiliki kekuatan yang cukup besar, yaitu 60 persen dari penduduk Indonesia adalah anak muda.
“Ini kekuatan, kalau kita bisa mengelola, kalau kita bisa memanfaatkan dari potensi kekuatan ini,” kata Presiden Joko Widodo ketika memberikan pengantar pada Rapat Terbatas yang membahas tentang pendidikan dan pelatihan vokasi di Kantor Presiden, Selasa 13 September 2016 sebagaimana disampaikan dalam siaran pers Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Situs www.setneg.go.id mewartakan, jumlah tersebut akan terus meningkat hingga mencapai 195 juta penduduk usia produktif di tahun 2040 yang akan datang. “Angka yang besar ini akan bisa menjadi potensi penggerak produktivitas nasional kita, apabila kita bisa menyiapkan mulai dari sekarang. Namun sebaliknya jika tidak disiapkan dengan baik juga akan menjadi potensi masalah, utamanya potensi pengangguran usia muda,” kata Presiden.
Untuk itu, ucap Presiden, kita betul-betul harus fokus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, sehingga kita bisa melakukan lompatan kemajuan, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang lain. “Kita harus mampu membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD dan SMP menjadi tenaga kerja yang terdidik dan terampil. Saya juga minta dilakukan evaluasi terhadap pengangguran usia muda,” ucap Presiden.
Presiden menjelaskan bahwa pada tahun 2010 tingkat pengangguran usia 15-19 tahun berada pada level 23,23 persen dan kemudian meningkat menjadi 31,12 persen di akhir tahun 2015. Ditinjau dari latar belakang pendidikan, proporsi pengangguran terbesar adalah mereka lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,84 persen. Angka ini lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA 6,95 persen, SMP 5,76 persen dan bahkan SD 3,44 persen. Dari 7,56 juta total pengangguran terbuka, 20,76 persen berpendidikan SMK (data BPS, 2015).
Oleh karena itulah Presiden meminta dilakukan perombakan dan langkah perbaikan yang konkret terhadap sistem pendidikan dan pelatihan vokasi. “Lakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian serta sertifikasi bisa sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri. Libatkan dunia usaha dan industri karena mereka lebih paham kebutuhan tenaga kerjanya,” ujar Presiden.
Selain itu juga, Presiden meminta agar pendidikan dan pelatihan fokus pada pengembangan SMK di sektor unggulan seperti maritim, pariwisata, pertanian dan industri kreatif. “Semuanya harus terintegrasi dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi, mulai dari SMK, kursus di BLK,” kata Presiden.
Presiden juga menginstruksikan agar dipermudah aturan pembukaan sekolah keterampilan swasta. “Ini semuanya harus terintegrasi sehingga betul-betul tadi apa yang saya sampaikan bisa kita kejar,” imbuh Presiden.
Hadir dalam rapat kali ini di antaranya ialah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Ristek dan Teknologi M Nasir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. (Humas Kemensetneg/WAS)
Jakarta, UPI
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Inpres tersebut dikeluarkan 9 September 2016 di Jakarta dan ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja (termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Situs www.kemdikbud.go.id memberitakan, dalam Inpres tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada para menteri, gubernur, dan Kepala BNSP agar mengambil langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. Presiden juga menginstruksikan supaya disusun peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada peta jalan pengembangan SMK.
Khusus untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Presiden Jokowi memberikan enam instruksi. Keenam instruksi tersebut adalah: membuat peta jalan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match); meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri; meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK.
Kepada Kepala BNSP, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK, pendidik, dan tenaga pendidik SMK, serta mempercepat pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama.
Kemudian 34 gubernur mendapat instruksi agar memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan SMK yang bermutu sesuai dengan potensi wilayahnya masing-masing; menyediakan pendidik, tenaga kependidikan, sarana, dan prasarana SMK yang memadai dan berkualitas; melakukan penataan kelembagaan SMK yang meliputi program kejuruan yang dibuka dan lokasi SMK; serta mengembangkan SMK unggulan sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
Selain Mendikbud, 11 Menteri Kabinet Kerja yang juga mendapat instruksi presiden adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri BUMN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Menteri Kesehatan.
Inpres Nomor 9 Tahun 2016 dikeluarkan untuk menguatkan sinergi antarpemangku kepentingan dalam merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. Para menteri, gubernur, dan Kepala BNSP harus melaporkan pelaksanaan Inpres tersebut kepada Presiden paling sedikit enam bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, dengan tembusan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (Desliana Maulipaksi/WAS)
Ponorogo, UPI
[caption id="attachment_10952" align="alignright" width="240"]Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus mematangkan konsep Sekolah Sehari Penuh (Full Day School). Setelah selesai, program ini segera diujicobakan di beberapa provinsi. Meski demikian, pemerintah tidak akan memaksakan sekolah mengikuti program Full Day School. Uji coba dilakukan terutama terhadap sekolah yang berada di kota, dan hanya untuk sekolah yang sudah siap.
“Setelah dievalusi, kemudian kita coba. Tidak semua sekolah menerapkan Sekolah Sehari Penuh. Akan dicoba di 1, 2, 3, 4 provinsi terlebih dahulu,” ujar Presiden Jokowi di Ponorogo, Jawa Timur, Senin (19/9/2016), sebagaimana diberitakan www.obsessionnews.com.
Presiden mengatakan program ini dilakukan karena pemerintah ingin bahwa masalah etika dan sopan santun betul-betul diterapkan di dalam kurikulum maupun kegiatan ektra kurikuler.“Jadi kenapa full day itu dilakukan karena kita ingin pendidikan etik kita, pendidikan budi pekerti, sopan santun, karakter kerja keras, karakter optimis itu ada di anak-anak kita. Itu penting sekali, terutama untuk basis di TK, SD, SMP. Nanti tanya teknisnya ke Mendikbud, saya kira sudah siap ya,” jelas Presiden.
[caption id="attachment_10953" align="aligncenter" width="1280"]Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan Sekolah Sehari Penuh adalah cara pemerintah mendongkrak pendidikan yang masih rendah. Full Day School, tambah Muhadjir juga berdampak bagus bagi sekolah swasta. Menurutnya jika Sekolah Sehari Penuh ini sukses maka status sekolahnya akan ditingkatkan.
“Kalau ini memang base practicenya bagus kenapa tidak. Kalau swasta mengalami dampak bagus dengan full day ini, kenapa tidak kita naikkan statusnya,” ucap Muhadjir. (Has/WAS)
Karim Suryadi
Peneliti komunikasi politik, dekan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia, kolumnis Pikiran Rakyat
Karim Suryadi
Peneliti komunikasi politik, dekan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia, kolumnis Pikiran Rakyat