![6]()
Bandung, UPI
Jurnalisme gaya hidup (
lifestyle journalism) menjadi bahasan dalam
talkshow yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himikasi) UPI, di Gedung Geugeut-Winda lantai 2, Kampus UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (18/5/2016).
Talkshow menghadirkan pembicara antara lain Dr. Mahi M. Hikmat, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Yusuf Wijanarko dari Pikiran Rakyat
online dan Mujib Prayitno dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat. Talkshow dimulai dengan pemaparan dari setiap pembicara mengenai gaya hidup dan media. Mereka membahas bagaimana media mengemas gaya hidup menjadi produk jurnalistik serta menyinggung pula tentang dampak yang ditimbulkan.
Hadirnya jurnalisme gaya hidup, menurut Mahi M Hikmat, diakibatkan oleh perubahan media, khususnya setelah kehadiran media sosial. Selain itu, gaya hidup merupakan tema
human interest yang disukai hampir semua orang. “Media sosial memberikan aksebilitas untuk eksistensi setiap orang. Oleh karenanya siapa saja bisa mengadakan kegiatan jurnalistik dengan mengabadikan setiap peristiwa,” ujar Mahi.
“Tema
human interest juga menjadi salah satu alasan wartawan menulis berita gaya hidup, karena itu yang disukai banyak orang,” ucapnya lagi menambahkan.
Menurut Yusuf, gaya hidup sudah menjadi komoditas. Wartawan hanya menangkap fenomena yang terjadi di tengah masyarakat kemudian mengubahnya menjadi produk jurnalistik. “Pemilihan tema diambil dari tren di masyarakat bisa dari berbagai media massa khususnya media sosial yang sangat cepat perubahannya,” ujar Yusuf menjelaskan.
![6]()
Mujib juga mengiyakan hal tersebut bahwa tema dan konten dibuat sesuai dengan apa yang sedang digemari masyarakat. Namun ada pula tema yang sengaja dipilih tanpa harus mengikuti tren di masyarakat. “Misalnya kalau di seputar Indonesia pernah ada segmen yang mengangkat tentang profil pengusaha muda yang sukses. Itu termasuk tema gaya hidup yang tidak mengikuti tren media sosial,” jelas Mujib.
Namun Yusuf menjelaskan bahwa efek dari hal tersebut mengubah “gaya hidup” menjadi “hidup gaya”, di mana masyarakat “hidup” untuk ”bergaya”. Mujib juga mengakui dampak besar dari hasil liputan dan tidak dimungkiri bahwa efek negatifnya selalu ada. Mahi M Hikmat selaku Ketua KPID Jabar pun menjelaskan dampak negatif yang ditimbulkan media.
Dikhawatirkan, masyarakat menyerap gaya hidup yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya bangsa Indonesia. “Seperti materialistik, hedonisme, termasuk perceraian kini sudah menjadi gaya hidup. Masyarakat melihatnya dari berita para selebritis di infotainment.” Ujar Mahi.
Meski begitu, berita terkait gaya hidup tidak akan pernah hilang, akan selalu ada dan memiliki fungsinya sendiri dalam pemberitaan di media. “Karena masyarakat sudah terlalu lelah dan emosi membaca berita
hard news yang kontennya cenderung berat,” ujar Yusuf.
Selain itu berita gaya hidup dapat melihat suatu peristiwa berat yang tadinya berbentuk
hardnews bisa menjadi
softnews dengan mengambilnya dari sudut pandang yang berbeda. “Misalnya masalah kursi DPR yang ramai saat itu, bisa dibuat berita
soft news seperti mengangkat berapa harga kursi dan lain sebagianya,” ucap Yusuf.
Mujib pun menjelaskan hal yang serupa, di mana masyarakat lebih memilih berita yang ringan dan enak untuk dicermati. “Pada waktu yang sama misalnya pukul 12 siang, semua TV menyiarkan pemberitaan yang serupa dengan kasus yang relatif sama. Baru akan berbeda di segmen terakhir yang khusus slot berita
soft news. Dan itu akan berbeda-beda, apalagi saat
weekend hampir keseluruhan berita
soft news, hanya satu dua yang
hardnews,” Kata Mujib menjelaskan.
Ke depan, jurnalisme gaya hidup akan terus berkembang. Yusuf memperkirakan bentuk produk juranlisme gaya hidup akan banyak yang berupa video. Karena maraknya media sosial yang memungkinkan masyarkat mengabadikan kehidupan mereka dalam bentuk video.
“Saya rasa video akan menjadi tren baru di 2017, karena masyarakat sudah merasa tidak cukup hanya membagikan kegiatan mereka dengan tulisan saja. Terlihat dari mulai trennya
snapchat dan
vlog,” kata Yusuf menjelaskan.
Mujib menambahkan
citizen juornalism akan semakin eksis di tahun-tahun yang akan datang. Karena masyarakat bisa membagikan peristiwa apa pun dengan bantuan
gadget dan media sosial. Namun Mujib mengatakan, masyarakat tidak boleh menutup mata dengan efek negatifnya. Wartawan selama ini tetap berupaya mempertahankan advokasi pada setiap liputannya untuk meminimalisir dampak negatif.
Launching buku
Selain mengadakan talkshow, Bidang Pendidikan Himikasi yang memprakarasai acara siang itu, meluncurkan buku antologi artikel populer karya mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi UPI. Buku yang berjudul
Demokrasi di Ujung Jari merupakan antologi artikel kedua yang dihasilkan oleh Ikom UPI, setelah sebelumnya menerbitkan buku dengan judul Mulut di Tubuh Urban.
Ketua Bidang Pendidikan Himikasi, Nurul Nur Azizah mengatakan buku tersebut berisikan hasil pemikiran para mahasiswa di bidang Ilmu Komunikasi seperti, Komunikasi Massa, Literasi Media, Komunikasi Politik, Komunikasi Lintas Budaya dan lain sebagainya. Buku Antologi juga merupakan hasil akhir dari kegiatan diskusi rutin mahasiswa Ikom UPI yang diselenggarakan Himikasi Bidang Pendidikan.
“Artikel di dalam buku ini merupakan artikel yang menjadi bahasan di diskusi rutin mahasiwa Ikom yang dinamakan Gradasi, Gerakan Diskusi dan Analisis Ilmu Komunikasi,”ucap Nurul.
(N. Azizah/WAS)